SUARADPR.COM – Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rachmad Pribadi, mengungkapkan bahwa alokasi pupuk bersubsidi masih jauh dari mencukupi kebutuhan petani. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, ia memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi dalam distribusi pupuk subsidi untuk tahun 2025.
Berdasarkan data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tahun 2025, sekitar 14,74 juta petani memerlukan pupuk subsidi untuk mengelola 25,25 juta hektare lahan pertanian. Total kebutuhan pupuk yang diperkirakan mencapai 14,5 juta ton ini sayangnya tidak sebanding dengan alokasi yang telah ditetapkan pemerintah, yakni hanya 9,55 juta ton untuk tahun 2024 dan 2025. Artinya, terdapat defisit sebesar 4,95 juta ton yang berpotensi menghambat produktivitas petani.
“Alokasi pupuk subsidi saat ini masih belum mencukupi kebutuhan petani. Ini merupakan persoalan mendasar dalam distribusi pupuk subsidi,” ujar Rachmad dalam RDP yang digelar pada Selasa (4/2/2025).
Alokasi pupuk subsidi mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022 dan 2023, jumlah pupuk subsidi sempat menurun akibat dihapuskannya pupuk ZA dan SP-36 dari daftar subsidi. Namun, sejak 2024, pemerintah kembali menetapkan alokasi sebesar 9,55 juta ton, mencakup pupuk urea, NPK, dan organik.
Meskipun demikian, realisasi penyaluran pupuk subsidi pada 2024 hanya mencapai 7,3 juta ton. Penyebab utama rendahnya penyerapan ini adalah keterlambatan penerbitan Surat Keputusan (SK) gubernur dan bupati terkait alokasi pupuk, yang baru terbit secara menyeluruh pada 7 Juni 2024. Hal ini berdampak pada terlewatnya musim tanam utama.
“Meski alokasi telah ditetapkan 9,55 juta ton pada 2024, realisasi penyaluran hanya 7,3 juta ton karena terlambatnya penerbitan SK oleh pemerintah daerah,” jelas Rachmad.
Menariknya, meskipun realisasi penyaluran lebih rendah dari alokasi yang ditetapkan, jumlah pupuk yang disalurkan justru melebihi kontrak antara Pupuk Indonesia dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Dari total alokasi 9,55 juta ton, kontrak yang disepakati hanya 7,29 juta ton. Namun, Pupuk Indonesia tetap menyalurkan 7,3 juta ton atau setara 100,7% dari kontrak yang ditetapkan.
“Kami menyalurkan pupuk melebihi kontrak sebagai bentuk komitmen terhadap kebutuhan petani yang meningkat pada akhir 2024. Hal ini telah dikomunikasikan dengan Kementan,” ujar Rachmad.
Ia pun berharap pemerintah dapat memastikan pembayaran atas penyaluran pupuk yang melebihi kontrak, setelah melalui proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kami berharap kelebihan penyaluran ini tetap dibayarkan oleh pemerintah setelah proses audit oleh BPK,” tambahnya.
Empat Tantangan Besar dalam Penyaluran Pupuk Subsidi, Selain keterbatasan alokasi, Rachmad juga menyoroti beberapa tantangan utama dalam distribusi pupuk subsidi yang perlu segera diselesaikan:
1.Data Petani yang Tidak Akurat
Pada 2024, sekitar 3 juta petani terindikasi tidak menebus pupuk subsidi. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah melakukan pembaruan data RDKK setiap empat bulan dan mengaudit penerima subsidi secara berkala.
2.Pengurangan Komoditas yang Disubsidi
Sejak 2022, jumlah komoditas yang mendapat subsidi berkurang dari 70 menjadi hanya 9 komoditas. Kebijakan ini menuntut sosialisasi yang lebih masif agar petani memahami perubahan tersebut.
3. Kesalahpahaman Mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET)
Banyak petani yang mengira bahwa HET yang ditetapkan pemerintah adalah harga yang harus mereka bayar langsung, padahal HET yang berlaku merupakan harga di tingkat kios. Oleh karena itu, sosialisasi terus dilakukan agar petani memahami mekanisme harga yang sebenarnya.
4. Lemahnya Pengawasan dan Administrasi
Ketiadaan anggaran bagi Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) menyebabkan pengawasan distribusi pupuk subsidi menjadi kurang optimal. Meski demikian, Pupuk Indonesia tetap berupaya menindak tegas distributor yang melanggar aturan, di antaranya dengan menghentikan operasional 7 distributor sepanjang 2024.
“Kami sudah memberhentikan 7 distributor yang melanggar aturan dan beberapa lainnya sedang dalam tahap pembinaan,” ungkap Rachmad.
Di akhir pemaparannya, Rachmad menegaskan pentingnya peran DPR dalam mempercepat sosialisasi kebijakan pupuk subsidi, terutama terkait HET dan alokasi pupuk. Banyak petani masih mengalami kebingungan dalam memahami aturan tersebut.
“Kami berharap DPR dapat membantu dalam sosialisasi kebijakan pupuk subsidi agar petani mendapatkan informasi yang benar,” pungkasnya.
Dengan berbagai tantangan yang ada, diharapkan pemerintah, DPR, dan pemangku kepentingan lainnya dapat berkolaborasi untuk memastikan distribusi pupuk subsidi yang lebih efektif demi mendukung ketahanan pangan nasional.
Hi, Neat post. There is an issue with your site in internet explorer, would check this… IE still is the marketplace leader and a huge component to people will miss your great writing because of this problem.