SUARADPR.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah terbit jauh sebelum dirinya menjabat sebagai menteri. Pernyataan ini disampaikan menyusul polemik yang mencuat terkait aktivitas pertambangan PT GAG Nikel yang belakangan menjadi sorotan publik.
“Saya ingin menegaskan bahwa izin usaha pertambangan itu dikeluarkan saat saya belum menjadi menteri, bahkan saya masih menjabat sebagai Ketua Umum HIPMI waktu itu,” ujar Bahlil dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Juni 2025.
Menurut Bahlil, PT GAG Nikel merupakan perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan nomor B53/Pres/I/1998. Kontrak tersebut telah diteken sejak 19 Januari 1998 oleh Presiden Indonesia pada masa itu, menunjukkan bahwa dasar hukum kegiatan tambang ini telah lama ada sebelum struktur pemerintahan saat ini terbentuk.
Menanggapi kekhawatiran publik soal dampak tambang terhadap destinasi wisata unggulan Raja Ampat, Bahlil menepis anggapan bahwa penambangan dilakukan di Pulau Piaynemo, yang dikenal dengan panorama bukit karst dan keindahan bawah lautnya. Ia menegaskan bahwa area tambang terletak di Pulau Gag, yang berjarak sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Piaynemo.
“Banyak pemberitaan menyebutkan penambangan berlangsung di Pulau Piaynemo, itu keliru. Faktanya, lokasi tambang berada di Pulau Gag. Saya tahu persis karena saya cukup sering berkunjung ke Raja Ampat,” jelasnya.
Bahlil menambahkan bahwa pemerintah saat ini tengah mengevaluasi kegiatan tambang PT GAG Nikel dan telah menghentikan sementara aktivitas produksinya untuk memastikan aspek lingkungan dan tata kelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Isu ini memicu perhatian masyarakat karena Raja Ampat dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi laut terbesar dan termegah di dunia. Aktivitas industri ekstraktif di wilayah sensitif seperti ini dikhawatirkan dapat mengganggu ekosistem yang sudah lama dilindungi.
Bahlil memastikan, segala bentuk kegiatan tambang di kawasan strategis nasional, khususnya yang berdekatan dengan kawasan wisata dan konservasi, akan mendapatkan pengawasan ketat dari pemerintah pusat.
“Dalam setiap keputusan, kami selalu mengedepankan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Tidak ada kompromi terhadap upaya perusakan alam,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kementerian ESDM terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kementerian terkait, serta pihak independen untuk melakukan kajian dampak lingkungan dan sosial di lokasi tambang.
Komentar