oleh

Joko Waskito: Kementerian Haji dan Umroh sebagai Jalan Tengah?

SUARADPR.COM – Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dijadwalkan berlangsung pada 20 Oktober 2024. Dalam momentum ini, proses serah terima estafet kepemimpinan nasional diharapkan dapat berjalan dengan baik, termasuk menjadi ajang rekonsiliasi politik.

Sufli Dasco Ahmad, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, mengungkapkan bahwa pada hari pelantikan, kabinet baru akan diumumkan, meskipun nama-nama calon menteri hingga saat ini belum final. Dalam perkembangan terbaru, muncul informasi mengenai kemungkinan nomenklatur baru untuk beberapa kementerian dan badan pemerintah.

Rencana penambahan komisi di DPR dari sebelas menjadi tiga belas juga menciptakan spekulasi mengenai pembentukan kementerian atau lembaga baru. Hal ini semakin menguat setelah DPR mengesahkan Undang-Undang Kementerian Negara, yang memberikan Presiden dan Wakil Presiden kewenangan untuk menyusun kabinetnya, termasuk menciptakan nomenklatur kementerian baru.

Salah satu wacana yang muncul adalah pemecahan Kementerian PUPR menjadi dua, pemisahan Kemenakertrans, dan bahkan pengubahan Kementerian Agama menjadi Kementerian Agama dan Kementerian Haji dan Umroh. Gugus Joko Waskito, Direktur Lembaga Kajian dan Survei Nusantara (LAKSNU) dan mantan Staf Khusus Menteri Agama RI (2015-2019), menyatakan, “Rencana ini menarik untuk dicermati, terutama mengingat adanya polemik antara Menteri Agama dan DPR terkait urusan haji 2024.”

Belum lama ini, masalah haji telah melahirkan Panitia Khusus (Pansus) Haji, yang menghasilkan sejumlah rekomendasi yang dibacakan oleh Ketua Pansus, Nusron Wahid, pada paripurna terakhir DPR masa bakti 2019-2024. Beberapa pihak melihat rencana pembentukan Kementerian Haji dan Umroh sebagai solusi untuk menangani kompleksitas masalah ini. Namun, Joko Waskito mempertanyakan: “Apakah masalah haji dan umroh memang begitu krusial sehingga perlu dibentuk kementerian baru?”

Selama ini, pengelolaan haji dan umroh telah diurus oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Haji dan Umroh di Kementerian Agama. Bahkan, pengelolaan dana haji dilakukan secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). “Jika Kementerian Haji dan Umroh ini benar-benar terwujud, ini akan menjadi satu-satunya kementerian yang fokus pada satu agama, yaitu Islam,” kata Joko. “Padahal, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melayani semua warga negara, terlepas dari agama yang dianut.”

Joko menambahkan, “Presiden dan Wakil Presiden perlu mempertimbangkan kembali rencana pembentukan kementerian khusus ini. Mengelola jamaah haji dan umroh seharusnya tidak semelarat yang dibayangkan. Kementerian Agama dengan satuan kerja hingga tingkat kecamatan sudah cukup untuk menangani pendaftaran dan bimbingan calon jamaah haji. Yang lebih penting adalah perbaikan pelayanan dan evaluasi terhadap BPKH.”

Ia mengingatkan bahwa pengelolaan dana haji bukanlah hal yang sepele. Kesalahan dalam pengelolaan dan investasi dapat berakibat pada beban subsidi yang besar bagi negara di masa mendatang, mengingat besarnya subsidi yang diberikan untuk calon jamaah haji Indonesia.

Dengan demikian, diharapkan kabinet baru Prabowo-Gibran dapat memenuhi harapan masyarakat dan benar-benar menjadi solusi yang diinginkan, bukan sekadar rekonsiliasi politik.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 komentar

  1. Magnificent beat ! I wish to apprentice whilst you amend your web site, how could i subscribe for a blog web site? The account helped me a appropriate deal. I had been tiny bit familiar of this your broadcast offered bright transparent concept