oleh

Bos PPI, Masyarakat Sipil Sebagai Benteng Terakhir Demokrasi di Tengah Transisi Kekuasaan

-SUARA RAKYAT-10348 Dilihat

SUARADPR.COM – Dalam rangka memperkuat pilar demokrasi di Indonesia, sebuah Seminar Nasional bertajuk “Organisasi Masyarakat Sipil sebagai Pilar Demokrasi: Menjaga Harmoni dan Stabilitas di Tengah Transisi Pemerintahan” digelar di Diradja Hotel, Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Kamis, 10/Oktober/2024. yang diselenggarakan oleh “Lembaga Studi Politik Indonesia (LSPI)”, seminar tersebut menghadirkan Adi Prayitno, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, sebagai narasumber dan beberapa narasumber lainnya.

Dalam pemaparannya, Adi menekankan pentingnya peran aktif masyarakat sipil dalam menjaga keseimbangan kekuasaan di tengah dinamika politik yang semakin kompleks. Ia menyebut bahwa demokrasi bukan hanya persoalan partai politik, tetapi lebih jauh menuntut partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat.

“Menghidupkan demokrasi berarti menumbuhkan peran aktif masyarakat. Di negara-negara seperti Amerika Serikat pada era 1970-an hingga 1980-an, tingkat partisipasi politik sempat menurun drastis. Namun, mereka berhasil memulihkan vitalitas demokrasi melalui peran masyarakat sipil yang kuat,” ujar Adi dikutip suaradpr.com, Jumat, (11/10/2024).

Ia menambahkan bahwa di Indonesia, di mana transisi kekuasaan kerap menimbulkan tantangan besar, masyarakat sipil harus hadir sebagai kekuatan pengimbang.
Adi juga mengingatkan bahwa koalisi mayoritas di parlemen sering kali mengancam mekanisme checks and balances.

“Jika PDIP, misalnya, bergabung dengan Prabowo, maka oposisi di parlemen bisa dipastikan lemah. Ketika dua kaki partai politik sudah sepenuhnya berada di pemerintahan, tidak akan ada lagi yang kritis terhadap kebijakan yang mungkin bertentangan dengan kepentingan rakyat,” jelas Adi.

Adi menyatakan bahwa dalam sistem presidential coalition, di mana presiden memiliki koalisi mayoritas yang kuat, parlemen kerap kehilangan suara kritisnya.

“Koalisi mayoritas di parlemen yang terlalu kuat dapat mematikan fungsi pengawasan. Bahkan jika kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, misalnya kenaikan harga BBM, diambil, kecil kemungkinan pendukung partai di parlemen akan berani melawan,” ujar Adi.

Oleh karena itu, menurutnya, harapan untuk merawat demokrasi ke depan sangat bergantung pada keberanian masyarakat sipil, termasuk mahasiswa, NGO, dan LSM, untuk menjadi suara kritis yang mengingatkan pemerintah dan parlemen agar selalu berorientasi pada kepentingan rakyat.

Dalam konteks transisi kekuasaan, terutama dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto, Adi menegaskan bahwa peran masyarakat sipil sangat relevan. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk merapatkan barisan dan menyampaikan kritik yang konstruktif terhadap kebijakan pemerintah dan parlemen.

“Kita tidak ingin lagi mendengar adanya UU yang diproses dengan tergesa-gesa tanpa mendengarkan aspirasi publik, seperti yang pernah terjadi pada revisi UU Pilkada. Meski pada akhirnya UU tersebut tidak disahkan, namun resistensi masyarakat harus terus diperkuat,” tambah Adi.

Adi juga menggarisbawahi pentingnya belajar dari budaya demokrasi di negara-negara Barat, di mana partisipasi politik masyarakat tidak hanya bergantung pada partai atau elit politik. “Di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya, masyarakat sipil secara sadar melakukan protes dan perlawanan terhadap kebijakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai mereka, baik melalui tulisan, diskusi, maupun aksi damai,” ungkapnya.

Demokrasi, menurut Adi, adalah milik semua orang, bukan hanya elit politik. “Sebagai warga negara yang baik, kita semua memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam menjaga demokrasi,” katanya.

Sebagai penutup, Adi mengingatkan agar siapapun yang berkuasa tidak takut dengan kritik. “Kritik yang konstruktif tidak akan merusak negara. Sebaliknya, itu adalah bentuk cinta terhadap negeri ini,” pungkasnya.

Seminar ini menggarisbawahi pentingnya masyarakat sipil sebagai benteng terakhir demokrasi, terutama di masa-masa transisi kekuasaan yang rawan akan penyimpangan kebijakan. Dengan keberanian bersuara dan berpartisipasi aktif, demokrasi Indonesia dapat terus berkembang dan stabil di masa depan.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *